Mengenal Sistem Kerja 996, Risiko dan Bahayanya

Posted: 26 Okt 2021from: EditorLast updated : 23 Jul 2025

Beberapa waktu lalu, dunia kerja sedang hangat-hangatnya membahas budaya kerja 996. Budaya kerja yang dibangun di banyak perusahaan teknologi di Tiongkok itu ternyata sekarang sudah menjadi hal yang ilegal alias dilarang. Pemerintah setempat menganggap bahwa budaya kerja tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perburuhan Tiongkok. Lantas apa sih sistem kerja 996 itu?


Jack Ma, pendiri Alibaba Group, dikabarkan sangat mendukung sistem kerja ini. Pasalnya menurut Jack Ma, sistem kerja keras yang lama adalah sistem yang bisa membawa seseorang pada kesuksesan.


Ya, dengan sistem kerja 996, setiap karyawan akan bekerja selama 12 jam per hari. Mulai pukul 9 pagi sampai 9 malam selama 6 hari kerja. Sementara menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Tiongkok, jam kerja standar adalah delapan jam per hari dan maksimal 55 jam kerja per minggu. Sistem kerja 996 melanggar aturan tersebut.


Pada tahun 2025, perbincangan soal keseimbangan kerja dan hidup (work-life balance) kembali mencuat. Salah satu pemicunya adalah munculnya tren “Quiet Cutting” di beberapa perusahaan global, yaitu kondisi ketika karyawan dipindahkan secara paksa ke divisi baru yang tidak diminati sebagai bentuk pemutusan hubungan kerja terselubung. Fenomena ini memperkuat pentingnya sistem kerja yang manusiawi dan mendukung kesehatan mental.


Kini, banyak perusahaan teknologi di Tiongkok mulai menerapkan sistem kerja hybrid atau remote demi mempertahankan talenta terbaik. Laporan dari China Labour Bulletin 2025 menyebutkan bahwa tekanan publik dan regulasi ketat dari pemerintah telah mendorong perbaikan besar dalam sistem ketenagakerjaan.




Ini Dampak dari Sistem Kerja yang Berlebihan


Membincang sistem kerja, di Indonesia jam kerja diatur dalam Undang-Undang (UU). Berdasarkan pasal 77 hingga pasal 85 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, jika bekerja selama 6 hari dalam seminggu, jam kerja yang ditentukan adalah 7 jam dalam sehari dan 40 jam dalam seminggu.


Namun, sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), beberapa pasal dalam UU ketenagakerjaan mengalami revisi, termasuk pengaturan jam kerja dan sistem kontrak. Perubahan ini dimaksudkan agar sistem ketenagakerjaan lebih fleksibel sesuai perkembangan zaman, terutama di sektor startup dan digital.


Jam kerja yang baik akan dapat meningkatkan produktivitas karyawannya. Selain itu, dalam era teknologi seperti sekarang, sepertinya tidak ada lagi masalah untuk menyelesaikan pekerjaan di mana saja, tidak harus ke kantor.



Tapi, jika jam kerja terlalu tinggi, benarkah bisa meningkatkan produktivitas karyawan?


Riset dari Harvard University menyebutkan bahwa waktu kerja yang panjang bisa memperburuk kondisi kejiwaan atau bahkan memicu gangguan mental.


Data dari Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia tahun 2025 juga menunjukkan bahwa 62% pekerja milenial dan Gen Z mengalami stres kerja akibat jam kerja berlebihan dan tekanan multitasking digital. Karena itu, penting bagi perusahaan mulai mengadopsi pendekatan kerja yang sehat seperti mental health day atau jam kerja fleksibel.


Beberapa negara sudah lebih dulu menerapkan jam kerja yang lebih pendek. Seperti Swedia dengan sistem kerja 6 jam sehari. Finlandia bahkan sudah menjalankan sistem 4 hari kerja dengan jam kerja 7 jam per hari.


Indonesia juga mulai mengikuti tren ini. Tahun 2025, sejumlah perusahaan startup dan sektor kreatif mulai menguji coba sistem kerja 4 hari kerja dalam seminggu. Hasil awalnya cukup menjanjikan: karyawan lebih bahagia, produktivitas meningkat, dan kualitas hidup jauh lebih seimbang.




Sistem kerja yang berlangsung lama justru membuat beban kerja tinggi, kesehatan terganggu, dan karyawan berisiko mengalami kelelahan akut. Beberapa dampak buruk lainnya:


1. Kesehatan fisik terganggu


Jika kamu bekerja fokus selama 1–2 jam saja sudah cukup menyita energi, bagaimana jika kamu terus bekerja hingga 12 jam sehari? Perlahan tapi pasti, konsentrasi menurun, tubuh lelah, dan risiko penyakit kronis meningkat.


Penelitian menyebutkan bahwa orang dengan jam kerja berlebihan berisiko lebih tinggi terkena penyakit jantung, diabetes, bahkan stroke.



2. Prestasi kerja menurun


Bekerja terlalu lama justru bisa berdampak negatif terhadap performa. Orang yang menghabiskan waktu bersama keluarga atau orang tersayang justru cenderung memiliki semangat kerja lebih tinggi.


Sebaliknya, mereka yang hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk kerja tanpa jeda akan cepat letih secara fisik dan mental. Pulang kerja hanya ingin tidur. Tidak ada waktu untuk refreshing, sehingga hidup terasa monoton dan membosankan. Kreativitas pun bisa menurun drastis.



Jadi, penting untuk menjaga keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi. Pilih pekerjaan yang membuat kamu bahagia dan tetap sehat ya.




Nikmati Kemudahan Akses Pendanaan di Finpedia


Kamu yang saat ini membutuhkan dana cepat untuk ragam kebutuhan, bisa mengakses Finpedia.id. Katalog finansial ini menyediakan berbagai produk keuangan dari lembaga perbankan, pembiayaan maupun peer-to-peer lending yang resmi terdaftar dan diawasi oleh OJK.


Mulai dari kartu kredit, kredit tanpa agunan, pinjaman modal usaha, pinjaman instan, dana darurat, pinjaman dengan agunan, hingga program cicilan biaya pendidikan – semuanya bisa diakses lewat satu platform.


Kini, tahun 2025, Finpedia juga hadir dengan fitur perbandingan berbasis AI agar kamu bisa menemukan pinjaman terbaik sesuai kebutuhan dalam waktu singkat. Misalnya, BFI Finance menawarkan pinjaman dengan agunan sertifikat rumah mulai dari Rp50 juta hingga Rp2 miliar, dengan bunga super ringan mulai dari 0,76% saja!

Khusus pengajuan yang disetujui di bulan ini, kamu bisa mendapatkan cashback hingga Rp10 juta.


Yuk, segera ajukan di Finpedia.id dan temukan solusi keuangan terbaikmu sekarang juga.