Bank Digital dan Masa Depan PInjaman Online

Posted: 8 Apr 2021from: EditorLast updated : 21 Mei 2021

Perlahan tapi pasti, negeri ini terus mewujudkan ekosistem digital untuk kemajuan bangsa. Teranyar, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengebut peraturan baru tentang operasional bank digital. Namun ada banyak pertanyaan tentang bagaimana kelangsungan bisnis pinjaman online pasca hadirnya bank digital, mulai dari penyaluran kredit online hingga potensi kanibalisme nasabahnya.

 

Kue bisnis digital memang terlihat sangat manis. Betapa tidak, dengan jumlah penduduk yang mencapai 260 juta jiwa dan penggunaan internet yang sudah mencapai 73,7% per November tahun lalu, menjadi gula-gula tersendiri bagi pelaku usaha di industri keuangan.


Karena artinya infrastruktur untuk memacu bisnis keuangan digital sudah tersedia. Data lainnya juga akan sangat menggiurkan, karena ternyata terdapat 132 juta penduduk yang belum memiliki akses kredit.


Artinya, potensi pasar yang bisa digarap masih sangat besar. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan pada semester pertama tahun ini, aturan tentang bank digital sudah rampung digodok.

 

Beberapa Institusi keuangan raksasa, seperti Bank BCA, Gopay, Sea Group, Platform Penyedia Pinjaman Online, Aku Laku sudah siap untuk memulai rangkaian bisnis manis di sektor digital. BCA melalui Bank Royal yang sudah diakuisisinya akan segera memulai bisnis digital secara penuh begitu aturan tersebut di restui.

 

Kemudian Sea Group yang juga pemilik Platform e-commerce, Shopee juga sudah mengakuisisi Bank Kesejahteraan Ekonomi untuk masuk ke bisnis bank digital dan Akulaku yang sudah mengakuisisi Bank Yudha Bhakti dan melakukan rebranding dengan nama Bank Neo Commerce juga sudah siap-siap memulai bisnis digital.

 

Platform anak bangsa, Gopay juga sudah menyuntikkan dana Rp2,77 triliun untuk mengembangkan ekosistem digitalnya dengan mengakuisisi saham Bank Arto yang akhirnya berubah nama menjadi Bank Jago.

 

Selain itu, masih ada sederet institusi keuangan lain yang juga sudah siap merambah segmen bisnis bank digital. Kabar terbaru yang muncul adalah, OJK tengah menyiapkan aturan tentang modal inti minimal bagi bank digital.

 

Bocorannya adalah, modal minimal Rp10 triliun untuk perusahaan yang baru saja mendirikan bank digital dan Rp3 triliun untuk bank eksisting yang bertransformasi menjadi bank digital.

 

Bisnis yang akan dijalankan juga akan sama dengan bank umum, hanya saja bank digital bisa lebih leluasa menggarap pasar keuangan digital karena sudah menyandang status sebagai bank digital.

 

(Baca juga: 4 Aplikasi KTA Online Untuk Kamu yang Ingin Memulai Usaha)

 

Bagaimana dengan pinjaman online?

 

Lantas pertanyaannya bagaimana dengan bisnis pinjaman online yang sudah lebih dulu hadir? Karena ada kekhawatiran terjadinya kanibalisasi pasar antara bank dengan lembaga pinjaman online.

 

Namun perlu dipahami juga, kehadiran lembaga pinjaman online tidak semata-mata untuk menjangkau masyarakat yang tidak bisa mengakses perbankan, melainkan juga untuk menutupi besarnya gap pembiayaan.

 

Karena berdasarkan data Bank Dunia, kebutuhan pembiayaan masyarakat di Indonesia mencapai Rp1.649 triliun setiap tahunnya, sementara lembaga keuangan tradisional seperti bank hanya memiliki kapasitas kredit sebesar Rp660 triliun.

 

Artinya terdapat gap kebutuhan pembiayaan yang mencapai kisaran Rp988 triliun. Nah dengan adanya lembaga pinjaman online dan institusi keuangan digital lainnya, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan masyarakat.

 

Berangkat dari hal tersebut, terlihat bahwa kehadiran lembaga pinjaman online tidak hanya untuk menggaet nasabah yang belum mengakses bank, melainkan untuk memfasilitasi kebutuhan pembiayaan masyarakat yang membutuhkan.

 

Apalagi, penyedia pinjaman online memiliki batas bawah nominal pengajuan yang sesuai dengan kebutuhan. Yakni mulai dari Rp500 ribu sampai tertinggi nominal ratusan juta rupiah.

 

Jadi hubungan yang bakal terjalin sepertinya adalah hubungan sinergitas diantara dua institusi keuangan. Bank belakangan ini juga sudah banyak menggandeng lembaga penyedia pinjaman online untuk bisa membantu masyarakat yang tidak berhasil melengkapi syarat dari bank untuk diarahkan ke lembaga pinjaman online.

 

Semuanya bisa berjalan harmonis dan juga melengkapi. Hanya saja, memang jika dilihat dari kekuatan permodalannya, bank jauh lebih kuat. Karena dengan melihat jumlah aset salah satu bank, Bank BCA misalnya, secara konsolidasian saja pada tahun lalu nilai asetnya sudah mencapai Rp1.075,57 triliun

 

(Baca juga: Yuk Hitung Berapa Biaya yang Dibutuhkan Untuk Membesarkan Anak)

 

Kolaborasi Bank dan Fintech Untuk Indonesia


OJK selaku regulator yang memayungi industri jasa keuangan mulai dari bank, fintech, perusahaan pembiayaan, asuransi dan sebagainya itu juga sudah meminta kepada bank dan fintech untuk berkolaborasi guna mewujudkan transformasi digital.


Pasalnya, sepanjang tahun 2020 saja, volume transaksi digital tumbbuh 37,35%. Adanya pandemi mampu mempercepat pertumbuhan tersebut.

 

Ditambah, segmentasi nasabah bank dan juga lembaga fintech sangat berbeda, artinya masing-masing industri memiliki user masing-masing yang sesuai dengan kriterianya.

 

Hal baik lainnya adalah, masyarakat bisa memiliki lebih banyak pilihan tentang mana produk keuangan yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Akses keuangan pastinya akan lebih terbuka, karena tidak hanya lembaga fintech yang memainkan peran, melainkan bank umum juga sudah ikut masuk kedalam ekosistem digital.

 

Bagi yang ingin mendapatkan fasilitas keuangan baik dari bank, fintech ataupun lembaga pembiayaan, bisa mengakses Finpedia.id. Layanan tersebut menyajikan ragam produk keuangan dari berbagai institusi keuangan resmi di Indonesia.

 

Mulai dari kebutuhan pembiayaan rumah, pembelian motor, pembelian mobil, modal usaha, dana darurat, pinjaman cepat dan sebagainya bisa didapatkan di sana.

 

Nasabah juga tidak pelrlu repot keluar masuk kantor cabang untuk mendapatkan detail informasi terkait produk keuangan yang diinginkan. Ajukan sekarang dan rasakan kemudahannya.