Mengenal Budaya Hustle Culture alias Keranjingan Bekerja!

Posted: 19 Nov 2021from: EditorLast updated : 22 Nov 2021

Kamu pernah mendengar istilah hustle culture? Bagi beberapa orang, definisi ini dianggap sebagai hal yang baik, namun lihat juga efek sampingnya yang berbahaya bagi kesehatan. Ya, hustle culture sendiri merupakan kondisi dimana seseorang bekerja melebihi batas waktu demi meraih kesuksesan.

 

Namun dalam hustle culture, jam kerja yang ditempuh kadang harus mengorbankan kesehatan ataupun waktunya untuk keluarga. Memang, hidup itu adalah pilihan, namun kamu sadar atau tidak, jika kamu sudah mengorbankan kesehatan yang merupakan hal terpenting dalam kehidupan demi mengejar kesuksesan, sepertinya jam kerja kamu harus di evaluasi lagi. Karena bagaimanapun suksesnya, jika akhirnya kamu sakit, maka harga yang didapatkan tidak pernah sepadan.

 

(Baca juga: Simak Cara Cerdas Mempersiapkan Biaya Haji)

 

Tuntutan hidup membuat hustle culture tumbuh subur

 

Tingginya tuntutan hidup juga membuat gaya hidup hustle culture tumbuh subur. Biasanya kondisi ini dialami oleh mereka yang baru saja lulus dari kuliah dan baru menyandang status sebagai pegawai baru atau pegawai senior yang memiliki beban hidup yang cukup tinggi.

 

Memang, kesejahteraan hidup merupakan hal utama yang harus dicapai. Namun kamu perlu menggarisbawahi tentang work life balance. Bahkan badan kesehatan dunia atau World Health Organization (EHO) mengatakan jam kerja yang panjang sudah membunuh ratusan ribu orang setiap tahunnya.

 

Dalam hasil studi di Jurnal Environment International menunjukkan, sekitar 745 ribu orang meninggal dunia pada 2016 lantaran stroke dan sakit jantung akibat jam kerja yang panjang. Melansir Reuters, Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO mengatakan bekerja selama 55 jam atau lebih setap minggu merupakan bahaya kesehatan yang serius.

 

Dari sini bisa tergambar, jika kamu bekerja selama 55 jam seminggu atau sekitar 11 jam dalam 5 hari kerja, itu bisa berbahaya bagi tubuh kamu. Studi menunjukkan, bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat, termasuk di dalamnya China, Jepang dan Australia adalah yang paling terpengaruh.

 

Tetapi bagaimana jika tuntutan hidup sudah tinggi? Nah ini diperlukan yang namanya keseimbangan hidup dan pekerjaan. Karena bisa jadi, semakin panjang jam kerja kamu malah menurunkan produktivitas pekerjaan secara keseluruhan.

 

Karena memang tidak ada korelasinya antara jam kerja yang panjang dan produktivitas. Melansir laman DBS, beberapa negara maju, seperti Norwegia, Swiss, atau Swedia, waktu kerja tidak lebih dari 40 jam dalam sepekan.

 

Kelebihan waktu kerja justru dikhawatirkan menimbulkan kelelahan dan berisiko terjadi kesalahan. kunci untuk meningkatkan produktivitas adalah bekerja lebih cerdas.

 

Namun hal itu sangat tergantung dari kemampuan untuk memanfaatkan teknologi. Semakin tinggi teknologi yang diaplikasikan di suatu negara, produktivitas yang dihasilkan bakal tinggi dan pada akhirnya pendapatan penduduknya juga akan meningkat dengan waktu kerja lebih pendek.

 

Sebagai contoh di Singapura, pada 2016, rata-rata karyawan hanya butuh enam jam kerja sepekan dibandingkan 45 jam pada 1960 untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang sama. \

 

“Di negara-negara dengan produktivitas tinggi, justru menikmati jam kerja yang lebih pendek. Ini sekaligus menyiratkan karyawan yang bekerja lebih lama karena perlu mengimbangi produktivitasnya yang rendah,” sebut laporan yang berjudul Live More, Work Less.

 

Nah buat kamu yang saat ini tengah mengejar kesuksesan, bukan jam kerjanya yang ditambah, melainkan ide untuk memanfaatkan teknologi dengan lebih baik yang perlu di genjot, sehingga kamu bisa menerapkan smart work alias bekerja cerdas.

 

(Baca juga: Cara Membuat Itenerary, Biar Liburan Kamu Gak Boros!)

 

Nikmati kemudahan akses pendanaan di Finpedia


Kamu yang saat ini membutuhkan dana cepat untuk ragam kebutuhan, bisa mengakses Finpedia.id. Katalog finansial itu menyediakan ragam produk keuangan dari lembaga perbankan, pembiayaan maupun peer to peer lending.

 

Mulai dari kartu kredit, kredit tanpa agunan, pinjaman modal usaha, pinjaman instan, pinjaman dana darurat, pinjaman dengan agunan sampai program cicilan biaya pendidikan bisa didapatkan dengan mudah di Finpedia.id.

 

Disana kamu bisa melihat informasi mulai dari suku bunga yang diberikan, jangka waktu, syarat yang dibutuhkan sampai pengajuan bisa dilakukan di Finpedia. Seperti layanan keuangan dari Cairin yang memberikan pinjaman tanpa agunan mulai dari Rp500 ribu sampai Rp5 juta. Bunganya super murah 0,065%!